Penyebab tutupnya Pabrik Rokok Cap Grendel pada tahun 1990
12
Apr
Pabrik rokok (PR) cap Grendel didirikan oleh keluarga Sarwa
Martani di Kota Malang Jawa Timur pada tahun 1948, bersamaan dengan
didirikannya PR Bentoel (juga di Kota Malang), di daerah Kedaung dengan
luas pabrik sampai 16.000m2. PR Cap Grendel menggunakan tenaga manusia
untuk menghasilkan 4 (empat) jenis produk rokok kretek yang diberi nama
Grendel Jaya, Grendel Anda, Grendel Ombak, dan Grendel International.
Produk rokok kretek tersebut dijual di 3 (tiga) daerah , yaitu :
sumatera selatan, kalimantan tengah, dan pulau Madura. PR cap Grendel,
dengan 4 (empat) jenis produk rokok kreteknya sempat menduduki PR
terbesar ke dua di Provinsi Jawa Timur (di bawah PR cap Bentoel) pada
era tahun 1972 s.d. 1976.
Pada tahun 1976, PR cap Grendel mengajukan pinjaman dana ke Bank Bumi
Daya (BBD cabang Kota Malang) untuk membeli mesin pencetak rokok
(seperti yang sudah dilakukan oleh PR cap Bentoel) tetapi pinjamannya
tidak dapat dilunasi sehingga semua aset dari PR cap Grendel di sita
oleh BBD dan kemudian dijual ke PT Karya Niaga Bersama (PT. KNB) yang
kemudian PR cap Grendel meraih keuntungan pada era tahun 1982 s.d.
1986. Produksi PR cap Grendel sempat mencapai 350 juta batang rokok
(pada tahun 1989) dengan jumlah 800 orang karyawan dan menyumbang cukai
rokok ke negara sebanyak Rp. 989jt dan PPn sebesar Rp. 500jt.
Keuntungan atau masa jaya PR cap Grendel pada era tahun 1982 s.d.
1989 ternyata membuat manajemen PT. KNB menjadi tidak dinamis terhadap
tuntutan konsumen yang mengalami perubahan besar dengan berubahnya
konsumen (mulai dari tahun 1972 s.d. 1989) yang menganggap menghisap
rokok dapat merubah status mereka dan juga mulai diterimanya rokok
filter (yang tidak diproduksi oleh PR Cap Grendel) di negara Indonesia.
Sementara di tahun 1989 di kota Malang terdapat 26 PR yang menjadi
pesaing PR cap Grendel dan di negara indonesia terdapat 3 (tiga) PR
yang menjadi pesaing berat dari PR cap Grendel yaitu : PR Gudang Garam,
PR Djarum, dan PR Bentoel yang sangat agresif merebut konsumen di
kalangan bawah sampai atas dengan area penjulan di seluruh nusantara dan
internasional.
Mulai tahun 1989 sampai dengan 1990 penjualan rokok yang dihasilkan
PR cap Grendel mengalami penurunan karena tidak dapa bersaing dengan 3
PR Besar di Indonesia, sehingga pada tanggal 19 Januari 1990, semua
saham PT. KNB di PR cap Grendel dibeli oleh PR Gudang Garam (kantor
pusat di kota Kediri Jawa Timur).
Daftar 17 produk rokok yang diproduksi PR Bentoel adalah
: Slim Biru, International, Sensasi, Klasik, Merah, Star Mild, Neo
Mild, Club Mild, Unoi Mild, Sejati, Bintang Buana, Joged, Rawit,
Prins1p, Country, Tali Jagat, Ardath.
Daftar 16 produk rokok yang diproduksi PR Gudang Garam adalah
: International, Surya 12, Surya 12 Gold, Surya 16, Surya 16 Exclusive,
Surya Slims, Surya Signature, Surya Profisional, Surya Pro Mild, GG
Nusantara, GG Nusantara Mild, GG Djaya, Nusa, Taman Sriwedari, Sigaret
Kretek Filter Klobot.
Daftar 41 produk rokok yang diproduksi PR Djarum adalah
: Dj Super, Dj Super CS, DJ Super Mezzo, DJ Super Mild, Djarum Coklat,
Dj Coklat Extra, Dj Istimewa, Dj 76, Dj 76 Filter Gold, Dj Black, Dj
Black Slimz, Dj Black Mentol, Dj Black Cappucino, Dj Black Tea, Dj
Vanilla, Dj Splash, Dj Original, Dj Hayy, Dj Menthol, Dj Special, Dj
Cigarillos, LA Lght, LA Menthol Lights, Inspiro, Dos Hermanos, Gold
Seal, Envio Mild, IN Mild, In Mild Menthol, Score Mild, Geo Mild, Slic
Mild, Ten Mild, Marlboro, Marlboro Lights, Marlboro Menthol Lights,
Marlboro Black menthol, Salem, Benson&Hedges, West, Super Ten Mild.
Organisasi di PR Cap Grendel diduga tidak belajar bagaimana untuk
dapat survive atau bertahan di era tahun 1980an, setelah mengalami
masa-masa kejayaan antara tahun 1976 s.d. sebelum 1989, sehingga produk
rokok yang dihasilkannya tidak diminati oleh konsumen yang berubah,
misalnya masuknya rokok filter pada era tahun 1980 mulai banyak diterima
masyarakat dibanding rokok kretek. Konsumen rokok dari jaman ke jaman
mengalami perubahan keinginan akan rasa, aroma, dan “value” dari rokok
yang dihisapnya
(Wisnu Djatmiko, Ina Yuniati, Helen Purwatiningsih)